Rabu, 04 November 2015

Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:
 Pendahuluan

Kekalahan Jepang yang sangat dramatis pada Perang Dunia II dengan dijatuhkannya bom atom di Hiroshima tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki tanggal 9 Agustus 1945 menyebabkan Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Kondisi ini mengakibatkan adanya kekosongan kekuasaan di Indonesia Sehingga pada saat yang sangat tepat bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Proklamasi kemerdekaan yang ditandatangani Soekarno – Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 memungkinkan terbentuknya infrastruktur pemerintahan Republik Indonesia. Dalam bidang keamanan dan pertahanan Negara pada tanggal 5 Oktober 1945 dibentuklah TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan pangkat Kolonel Soedirman memimpin Divisi V untuk wilayah karesidenan Banyumas dan Kedu.

Monumen Palagan Ambarawa
Pada tanggal 20 Oktober 1945 tentara Sekutu mendarat di Semarang di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel. Kedatangan mereka mengemban misi untuk mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Namun rakyat tetap waspada karena kedatangan mereka diboncengi NICA ( Netherlands Indische Civil Administration).

Setelah mendapat persetujuan dari Gubernur Jawa tengah Mr. Wongsosonegoro untuk melaksanakan misinya dengan catatan tidak mengganggu kedaulatan RI, maka tentara sekutu kemudian bergerak masuk ke Magelang dan Ambarawa.

Pertempuran Awal

Dalam melaksanakan misinya ternyata tentara Sekutu melampaui batas kewenangannya sehingga mengganggu kedaulatan Negara Republik Indonesia. Mereka membebaskan dan mempersenjatai para bekas tawanan perang Belanda dan bertindak sewenang – wenang terhadap rakyat, sehingga menimbulkan amarah rakyat Indonesia. Insiden bersenjatapun timbul di kota Magelang hingga menjadi pertempuran.

Di Magelang tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti TKR dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara sekutu dari segala penjuru. Suasana yang panas ini kemudian berhasil diredam oleh Presiden Soekarno, dan kemudian secara diam-diam tentara sekutu tanggal 21 Nopember 1945 meninggalkan kedudukannya di Magelang untuk mundur ke Ambarawa.

Akibat peristiwa tersebut, Letnan Kolonel M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) di bawah pimpinan Oni Sastrodiharjo yang oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta. Tentara Sekutu kemudian dihadang kembali oleh Batalyon I Suryosumpeno di Ngipik.

Pada saat pengunduran tersebut, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. TKR Resimen 18 di bawah Letnan Kolonel Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut. Dalam suatu pertempuran yang terjadi di desa Kelurahan tanggal 27 Nopember 1945 Letnan Kolonel Isdiman Gugur.

Gugurnya Letnan Kolonel Isdiman, mengharuskan Kolonel Soedirman Komandan Divisi V turun ke medan laga Koordinasi secara intensif terus dilaksanakan diantara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin diperketat. Sejak saat itu perlawanan terhadap sekutu mulai terkonsentrasi di bawah satu komando Soedirman.

Untuk menghadapi tentara sekutu yang lebih Superior maka Kolonel Soedirman kemudian menyusun rencana untuk mengadakan serangan umum merebut Ambarawa merealisasikan rencana tersebut, tanggal 11 Desember 1945 malam hari para komandan sektor baik dari kesatuan TKR maupun kelaskaran dipanggil untuk membicarakan serangan yang akan digelar.

Pertempuran yang Menentukan

Tanggal 11 Desember 1945 malam hari, di sebuah rumah penduduk desa kelurahan Ambarawa, para komandan sektor pertempuran dan komandan kelaskaran berkumpul. Mereka mendengarkan instruksi dari Komandan Divisi V Kolonel Soedirman tentang rencana serangan yang akan digelar. Instruksi itu sebagai berikut :

“Ambarawa harus kita rebut dengan serangan serentak Karena Ambarawa merupakan kunci bagi mereka untuk menguasai seluruh Jawa tengah dan Jogjakarta. Ini akan membahayakan posisi Republik. Kita akui terus terang bahwa kita kurang kuat dalam persenjataan kita. Tetapi keadaan semacam ini tidak menghambat kita, atau mengurangi hasrat kita untuk mempertahankan negara kita. Kami sudah menentukan suatu siasat, yaitu pendadakan serentak dengan taktik Mangkara Yudha atau Supit Urang.Komandan penyerangan dipegang oleh komandan sektor TKR. Pasukan pasukan dari badan perjuangan sebagai barisan belakang. Serangan dimulai besok pagi pukul 04.30. Selamat berjuang, Allah SWT bersama kita, Amin. Merdeka ! ".

Taktik Mangkara Yudha atau Supit Urang merupakan tata yudha klasik yang pernah digelar pada jaman Majapahit, kemudian digelar kembali oleh Kolonel Soedirman untuk mengusir Sekutu dari Ambarawa.

Tanggal 12 Desember 1945 pukul 04.30 letusan karaben mitralyurpun menyalak memecah keheningan mengisyaratkan serangan umum pembebasan Ambarawa sudah dimulai. Pertempuran yang dipimpin langsung Kolonel Soedirman itupun kemudian berlangsung dengan sangat sengitnya.

Prajurit-prajurit kita yang gagah perkasa terus maju dari segenap penjuru, bagai banteng ketaton patriot-patriot itu terus menyerbu menerkam musuh, menggagahi tank-tank dan ranjau-ranjau sambil menembus hujan peluru senjata musuh dengan tekad bulat “Rawe-rawe rantas malang –malang putung "membebaskan kota Ambarawa atau gugur sebagai bangsa.

Pasukan-pasukan yang mendapat perintah menguasai jalan besar Ambarawa – Semarang telah berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Jalan itupun kemudian dipertahankan agar pengepungan atas musuh dalam kota Ambarawa dapat dilaksanakan dengan sempurna. Pasukan – pasukan itupun kemudian memasang barikade – barikade serta menerjang setiap konvoi musuh yang pergi dan datang dari arah Ambarawa - Semarang.

Satu setengah jam dari awal penyerbuan, pasukan – pasukan kita sudah berhasil menghimpit dan mengepung musuh di dalam kota Ambarawa. Bagi Sekutu ( Inggris ) hanya tinggal satu jalan ke luar, yaitu jalan besar Ambarawa – Semarang. Pergelaran serangan umum di Ambarawa itu berupa pendobrakan oleh pasukan-pasukan pemukul dari arah selatan dan barat ke timur menuju ke arah Semarang. Bersamaan dengan pendobrakan tersebut, diikuti gerakan penjepitan dari lambung kanan dan kiri sebagaimana halnya gerakan "Supit Urang " sedang menjepit mangsanya yang ujung – ujungnya bertemu di bagian luar kota arah Semarang.

Empat hari empat malam serangan yang heroik itu berlangsung, menggempita di seluruh kota Ambarawa. Desing peluru dan gema ledakan serta asap mesiu terus mewarnai udara Ambarawa sepanjang waktu. Semangat bertempur pasukan-pasukan kita terus bertambah berkat keberhasilan – keberhasilan yang telah dicapai, sebaliknya moril musuh semakin menipis, Persediaan amunisi mereka semakin menipis, bantuan yang mereka harapkan tak kunjung tiba karena jalur perhubungan lewat darat maupun udara terputus. Semakin hari mereka dicekam oleh rasa panik dan putus asa.

Setelah beberapa waktu lamanya mereka berada di front pertempuran, akhirnya mereka sampai kepada keputusan harus meninggalkan Ambarawa, merekapun kemudian mengadakan persiapan untuk menerobos pasukan TKR untuk menuju ke Semarang. Pada tanggal 15 Desember 1945 dengan tergopoh-gopoh tentara sekutu mundur ke luar kota Ambarawa tanpa sempat menyelamatkan mayat-mayat serdadunya. Mereka dilabrak terus dan diusir oleh pasukan pemukul kita sampai ke luar kota Ambarawa

Penutup

Peristiwa palagan Ambarawa merupakan peristiwa penting karena merupakan peristiwa pertempuran yang pertama kali dimenangkan bangsa Indonesia setelah kemerdekaan. Peristiwa tersebut menjadi momentum bersejarah dalam pergelaran militer dengan gerak taktik pasukan darat. Kemenangan yang gemilang dalam palagan Ambarawa tersebut, selanjutnya setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai Hari Infanteri dan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 163 tahun 1999 diabadikan menjadi " Hari Juang Kartika ".

Sumber: http://www.tniad.mil.id

UMBUL SIDOMUKTI, Kawasan Wisata Alam

umbul sidomukti
Kawasan wisata umbul Sidomukti merupakan salah satu Wisata Alam Pegunungan di Semarang, berada di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Kawasan wisata ini dengan didukung fasiltas & Servis: Outbond Training, Adrenalin Games, Taman Renang Alam, Camping Ground, Pondok Wisata, Pondok Lesehan, serta Meeting Room.
Ada empat buah kolam yang bertingkat dan dapat dipilih sesuai kedalaman yang diinginkan. Airnya sangat dingin, jernih dan menyegarkan. Selain itu ditambah pula dengan beberapa sarana olahraga menantang keberanian di sisi kolam. Terdapat lintasan flying fox dengan dua pilihan track, marine bridge di lembah, rapeling menuruni lembah sisi kolam, dan ATV, kolam renang alami dan jalur trekking. Taman renang umbul alam Umbul Sidomukti terletak di lereng gunung ungaran dengan ketinggian 1200 dpl, diapit jurang dikedua sisinya.
Flying fox dengan panjang lintasan 110 meter, dengan jarak ketinggian dari titik terendah lembah sekitar 70 meter. Flying fox ini menyeberangi lembah, jadi seakan berpindah dari lereng bukit ke bukit di seberang dengan bergantung pada dua utas tali dan pengaman serta helm. Seperti biasa, flying fox dapat dilakukan dengan memilih gaya terlungkup seperti superman sedang terbang, atau gaya duduk biasanya. Tarif karcis flying fox lembah ini hanya 12.000 IDR, tak mahal untuk sekedar menguji keberanian.
Tiket parkir mobil 2.000 IDR. Tiket masuk untuk hari biasa 4.000 rupiah per orang dan 5.000 rupiah pada hari Sabtu, Minggu, dan hari libur. Ingin mencoba marine bridge? Siapkan 7.000 IDR untuk tiketnya. 6.000 IDR untuk rapeling, dan 15.000 – 20.000 IDR untuk 3x putaran ATV. Selain tiket reguler, pengelola juga menawarkan paket untuk kelompok berisi minimum 20 orang untuk corporate event seperti trekking.
Umbul Sidomukti dapat ditempuh dari arah Semarang menuju Solo, sampai menemukan pom bensin Lemah abang di sisi kiri jalan, belok kanan menuju ke arah Bandungan. Sampai di Pasar Jimbaran di sisi kiri, akan ada gang bertuiskan sidomukti di sisi kanan dengan jalan menanjak. Di sepanjang jalan kecil ada beberapa papan petunjuk untuk sampai ke Taman Renang Alam Umbul Sidomukti, Desa Sidomukti, Bandungan, Semarang.
Bus ukuran besar tidak bisa masuk ke area ini karena jalannya sempit, bus mini atau bis ukuran kecil untuk masuk perlu sopir dengan kemampuan sangat bagus.
foto outbond :

foto kolam renang :
foto gerbang/pintu masuk sido mukti :


GUNUNG UNGARAN
 
Posted at January 30th, 2015 | Categorised in Ungaran
GUNUNG UNGARAN
GUNUNG UNGARAN
Gunung Ungaran adalah gunung api dengan ketinggian 2.050 mdpl yang terletak di kabupaten Semarang. Gunung ini memiliki tiga puncak: Gendol, Botak, dan Ungaran. Puncak tertinggi adalah Ungaran.
Di lereng gunung Ungaran terdapat situs arkeologi berupa Candi Gedongsongo (Bahasa Jawa: gedong = gedung, songo = sembilan). Terdapat pula beberapa air terjun (curug), di antaranya Curug Semirang dan Curug Lawe. Juga terdapat gua, yang terkenal dengan nama Gua Jepang. Gua ini terletak 200 meter sebelum puncak, tepatnya di sekitar perkampungan Promasan (perkampungan para pemetik teh). Di sini terdapat pula reruntuhan bekas pemandian kuna.


JALUR PENDAKIAN
peta gunung UNGARAN
GALERI PENDAKIAN SINGKAT GUNUNG UNGARAN
goa jepang ungaran
Goa Jepang di Promasan
jalur kebun teh
Jalur melalui kebun teh


kebun teh
Kebun Teh
makam
Makam di bawah pohon rimbun
pemandian air panas promasan
Pemandian Air Panas di Promasan
CANDI GEDONG SONGO
Candi Gedong Songo
Gunung-Ungaran-191
Puncak Ungaran
sunrise puncak botak
Sunrise di Puncak Botak
view gunung sumbing-sindoro
View gunung Sindoro-Sumbing
TIPS PENDAKIAN
  1. Pilihlah hari yang bagus untuk mendaki, usahakan jangan waktu hujan
  2. Latihan fisik seminggu sebelum hari H
  3. Persiapkan tim dan perlengkapan yang akan dibawa . Jangan lupa bawa sesuatu misal benda kesayangan atau tulisan untuk seseorang supaya bisa foto bareng saat di puncak
  4. Tim yang solid adalah 5-8 orang. Jika sedikit usahakan 3 orang (1 orang harus sudah pernah naik gunung)
  5. Jangan sepelekan keselamatan. Pakai sandal atau sepatu gunung dan jaket gunung. Bawa makanan dan air secukupnya jangan terlalu sedikit dan jangan terlalu banyak. Yang paling penting jangan melanggar peraturan dan jangan buang sampah di gunung
  6. Untuk pendakian Ungaran kita bisa naik pagi atau malam. Jika pagi bagusnya pukul 10-13. Jika malam 6-7
  7. Dirikan tenda di tempat yang datar dan usahakan diselimuti pohon atau semak supaya tidak terkena angin gunung langsung
  8. Jika ada anggota kelompok yang tidak bisa melanjutkan perjalanan sebaiknya ditemani. Atau jika sakit parah langsung beritahu dengan kelompok lain.
INFORMASI GUNUNG UNGARAN
Nama: Gunung Ungaran
Ketinggian: 2050 mdpl
Lokasi: Kabupaten Semarang (Jawa Tengah)
Tipe: Gunung berapi stratovolcano
Letusan terakhir: –
Flora: Jamuju (Dacrycarpus imbricatus),Sarangan (Castanopsis argentea), Waru Gunung (Hibiscus macrophyllus),Kantil (Michelia alba),Bunga kantil (cempaka putih),Rengas (Gluta renghas),Cemplonan (Drymaria cordata)
Fauna: Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi),Burung Trulek Jawa (Vanellus macropterus); tidak pernah ditemukan lagi.Kijang (Muntiacus muntjak),Babi hutan (Sus scrofa), Trenggiling (Manis javanica) ,Luwak (Paradoxurus hermaphroditus),Alap-alap Capung (Microhierax fringillarius),Raja Udang Meninting (Alcedo meninting),Burung Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster),Ayam Hutan Merah (Gallus gallus),Ayam Hutan Hijau (Gallus varius),Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides)
Spot alam: perkebunan teh, perkebunan kopi
Wisata lain: Candi Gedongsongo, Curug/air terjun Semirang dan Curug Lawe, pemandian air panas
Hutan: hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung
Kondisi: udara dingin, kabut, hutan, trek batu, ilalang
Jalur pendakian:
  • Jalur Gedong Songo
  • Jalur Jimbaran
  • Medini/Promosan
Puncak: Gendol, Botak, dan Ungaran
View gunung lain dari puncak:
Mitor: Gunung Ungaran konon dijadikan sebagai tempat mengubur Dasamuka (yang menculik Dewi Sinta dari suaminya Rama) oleh Hanoman.
Kismis (Kisah misteri):
TRANSPORTASI
Tujulah kota Semarang, arah ke kota Ungaran
REFERENSI
http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Ungaran
https://yasiryafiat.wordpress.com/2014/09/11/pendakian-pertama-di-puncak-botak-gunung-ungaran-jawa-tengah/
Poin untuk Gunung Ungaran
  • - 70%
    70
  • - 77%
    77
  • - 74%
    74
Review
Gunung Ungaran adalah gunung api dengan ketinggian 2.050 mdpl (meter di atas permukaan laut) yang terletak di kabupaten Semarang. Namun gunung ini kurang diminati oleh para pendaki karena memang mudah untuk di daki dan pemandangannya hanya berupa kebun.
73.7 %
User Rating: 5.0 (1 votes)


Lawang Sewu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lawang Sewu
Lawang sewu.jpg
Lawang Sewu tahun 2011
Informasi umum
Status Berubah menjadi museum
Alamat Jalan Pemuda
Kota Semarang
Negara  Indonesia
Koordinat 6°59′2.13″S 110°24′38.28″E
Peletakan batu 1904
Selesai 1919
Dibuka 1907
Pemilik PT Kereta Api Indonesia
Informasi teknis
Jumlah lantai 3
Desain dan konstruksi
Arsitek C. Citroen
Firma arsitektur J.F. Klinkhamer dan B.J. Quendag
Lawang Sewu
Gedung Lawang Sewu pada tahun 1920–an
Lawang Sewu (bahasa Indonesia: seribu pintu) adalah gedung gedung bersejarah di Indonesia yang berlokasi di Kota Semarang, Jawa Tengah. Gedung ini, dahulu yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu karena bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak, meskipun kenyataannya, jumlah pintunya tidak mencapai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero

Sejarah

Bangunan Lawang Sewu dibangun pada 27 Februari 1904 dengan nama lain Het hoofdkantor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (Kantor Pusat NIS). Awalnya kegiatan administrasi perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang Gudang (Samarang NIS), namun dengan berkembangnya jalur jaringan kereta yang sangat pesat, mengakibatkan bertambahnya personil teknis dan tenaga administrasi yang tidak sedikit seiring berkembangnya administrasi perkantoran.
Pada akibatnya kantor NIS di stasiun Samarang NIS tidak lagi memadai. Berbagai solusi dilakukan NIS antara lain menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai solusi sementara yang justru menambah tidak efisien. Apalagi letak stasiun Samarang NIS berada di dekat rawa sehingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi pertimbangan penting. Maka, diusulkanlah alternatif lain: membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh ke lahan yang pada masa itu berada di pinggir kota berdekatan dengan kediaman Residen. Letaknya di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda), di sudut pertemuan Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal).
NIS mempercayakan rancangan gedung kantor pusat NIS di Semarang kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Quendag, arsitek yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di Belanda, baru kemudian gambar-gambar dibawa ke Kota Semarang. Melihat dari cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwa site plan dan denah bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula kelengkapan gambar kerjanya dibuat dan ditandatangani di Amsterdam tahun 1903.
Misteri Danau Rawa Pening





Sebut saja aku Gi. Aku lahir di suatu desa di sekitar danau Rawa Pening, Jawa Tengah. Kalau pembaca semua melihat peta, maka letak danau ini ada di Selatan kota Semarang. Layaknya sebuah danau, Rawa Pening memancarkan pesona keindahan sekaligus mistis. Jika anda bertanya pada penduduk sekitar tentang kemistisannya, sebulan penuh pun tak habis untuk mendengarkan seluruh cerita misterinya.
Legenda menyebutkan, terbentuknya danau ini erat kaitannya dengan kisah seekor siluman ular besar yang bernama Baruklinthing. Namun, aku tidak akan menceritakan kisah legenda ini karena sudah banyak dibahas di milis-milis sebelah, kecuali kalau teman-teman pembaca blog ini meminta aku untuk menceritakan kembali kisah Baruklinthing tersebut.
Kembali ke danau Rawa Pening, dari danau ini mengalir sebuah sungai besar yang dibendung oleh pemerintah untuk PLTA. Sungai ini mempunyai 3 jembatan, yang pertama adalah jembatan rel KA peninggalan Belanda Ambarawa - Tuntang yang terletak di hulu sungai, jembatan utama yang dilewati jalan raya Solo - Semarang (jembatan utama ini terdiri dari 2 jembatan, jembatan menuju Semarang dengan konstruksi baru dan jembatan arah solo yang merupakan peninggalan jaman kolonial), dan yang ketiga adalah jembatan kecil yang terletak diantara jembatan utama dengan bendungan.
Penduduk sekitar sering menyebut sungai ini sebagai sungai Tuntang karena membelah desa Tuntang. Sedangkan di peta, teman-teman akan mengenalinya sebagai sungai Demak (cmiiw). Masyarakat sekitar danau percaya bahwa danau dan sungai ini merupakan bagian dari kerajaan lelembut yang terdiri dari 3 kerajaan besar. Kerajaan pertama terletak di danau Rawa Pening itu sendiri yang mana merupakan pusat dari kerajaan lainnya. Kerajaan kedua terletak diantara jembatan rel kereta hingga jembatan utama, dan dari jembatan utama hingga bendungan merupakan kerajaan ketiga.
Kadang kala pada malam hari terdengar tabuh gamelan yang cukup keras bergema di sekitar danau dan sungai. Suara itu mirip suara tabuhan gamelan pewayangan, seakan-akan ada hajatan yang sedang digelar, padahal tidak ada penduduk desa yang sedang menggelar hajatan tersebut. Jika kita mencari sumber suara tersebut, suara tersebut seperti dari seberang sungai atau danau. Tetapi ketika kita menyeberang, sesampainya di seberang suara tersebut menjadi seolah-olah berasal dari tempat kita semula.
Suara tabuhan gamelan itu bagi kami merupakan pertanda, bahwa keesokan harinya pasti akan ada yang tenggelam. Entah berapa orang yang tenggelam di sana, tetapi mitos menyebutkan tidak ada orang asli Tuntang yang pernah menjadi korban. Memang sepanjang pengetahuan ku, belum ada orang asli Tuntang yang tenggelam dan meninggal di sana.
Pada tahun 1970-an, seorang sesepuh desa kami yang juga memiliki padepokan silat tenaga dalam dan pondok pesantren, sebut saja pak T (alm.), mendapat wangsit dari kakek penghuni kerajaan Rawa Pening berjenggot panjang. Dalam wangsit yang terus didapatnya selama tiga hari berturut-turut tersebut, kakek utusan kerajaan Rawa Pening meminta tumbal "pitik sak kandange" atau dalam bahasa Indonesia ialah ayam sekandangnya. Tentu saja Pak T bingung, apa yang dimaksud dengan ayam sekandang ini, bahkan ada yang mengaku melihat iring-iringan pasukan berkuda jaman kerajaan di jembatan utama.
Berdasarkan keterangan ibu ku yang pada waktu itu masih berumur 12 tahun, terdengar tabuhan gamelan yang sangat semarak, seolah-olah Rawa Pening akan mengadakan hajatan besar. Hingga sekitar tiga hari kemudian, ada dua orang penduduk desa Tuntang yang menaiki bus Palapa dari Semarang hendak turun di sekitar jembatan utama. Tetapi, sopir dan kernet menolak untuk menurunkan kedua penumpang itu disana karena tempat itu lokasinya tepat di tengah pertemuan dua turunan tajam (kalo anda pernah melalui jalan raya Solo Semarang, pasti melewati jalan ini. Jadi baik dari arah Solo maupun arah Semarang keduanya menurun tajam dan bertemu tepat di jembatan utama ini, seperti melewati lembah).
Pada waktu itu memang sudah umum terjadi bis-bis menolak untuk menurunkan penumpang di sana. Oleh sopir dan kernet bus palapa, dua orang ini diturunkan di daerah kebun kopi bernama Bawen. Salah seorang dari penumpang itu adalah kakek tua renta. Ketika hendak diturunkan di Bawen, kakek itu dengan marah dan lantang berteriak "dadi ngene ya carane? (jadi begini ya caranya?)". Kemudian terjadilah kecelakaan maut itu...
Ketika melewati jembatan utama Tuntang, bus Palapa ini tiba-tiba oleng kemudian masuk ke sungai. Terdengar suara benda berat jatuh ke air "SPLASH!!". Penduduk yang melihat berteriak sekencang-kencangnya memberitahu penduduk lain bahwa ada bus yang terjatuh ke sungai. Tiang-tiang listrik dipukul sekencang-kencangnya oleh para saksi mata, berharap agar penduduk yang lain segera keluar dan memberi pertolongan.
Beberapa orang melompat menceburkan diri, mencoba menolong para penumpang. Tapi apa daya, arus sungai terlampau kuat dan air terlampau keruh. Arus yang kuat membengkokkan badan bus sehingga pintu-pintu bus tidak dapat dibuka. Tak ada seorangpun penumpang yang berhasil diselamatkan pada hari itu. Ternyata, inilah yang dimaksud dengan "pitik sak kandange" dalam wangsit yang di terima oleh pak T. Dan malam itu Rawa Pening berpesta, suara gamelan terdengar hingga beberapa hari kemudian. Sejak saat itu, semua bis bersedia menurunkan penumpang di sekitar jembatan utama Tuntang.

NAPAK TILAS PERENG KUNING GUNUNG POTRO




Pereng kuning terletak di atas dusun Kepil desa Kebumen Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang tepatnya belakang gunung gajah,Mitosnya pereng kuning di percaya pintu dari segoro kidul ( pantai selatan ) yang menurut keyakinan dari beberapa masyarakat Pereng kuning di percaya sebagai tempat panyuwunan pasugihan,namun tak jarang orang dating ketempat ini hanya untuk panjat tebing,selain tingginya tebing yang indah,bila sudah sampai atas akan terlihat pemandangan pegunungan dan rawa pening yang menajubkan.
Dipereng kuning termasuk kawasan yang jarang terjamah manusia,selain medan yang terjal dan
berbahaya ,tempat ini sangatlah angker,namun angker dan tidak semua tergantunglah niat,asal niat baik pasti tidak akanada apa apa,percaya dan berdoa pada gusti kang murbei, pereng kuning terdapat pohon kemadu yang sangatlah besar, dan pohon ini di huni sang penunggu ki ketek putih tak lain adalah  prajurit raden Joko Purnomo senopati pertama dari kerajaan Kediri,memang dalam sejarah selalu tidak tercantum,karena mungkin para sejarahwan tak tau tentang kebenaranya,selain pohon yang besar dipereng kuning terdapat aliran air yang jernih dan sangatlah bersih,sumber mata air ini menjadi mata   kehidupan warga kepil dan sekitarnya.
Biasanya orang yang mempunyai hajat dating ketempat ini pada malam jumat kliwon atau senin pahing,di percaya pada malam itu Raden Joko Purnomo Singgah ing dalem Projo,jadi setiap panuwunan bisa terkabul, biasanya yang dating ke pereng kuning malah orang orang dari lain derah,dan kebanyakan pengusaha yang telah sukses setelah minuwun di tempat ini.
Kalau anda penasaran dengan ke indahan dank e angkeranya anda bisa dating ketempat ini melalui jalur,, jalan alternative ambarawa-muncul-salatiga,anda naik dari pos ojek desa bumen,dekat dengan Smp 2 banyubiru,anda langsung naik ke ujung desa kepil,kira kira 2km,namun jika anda butuh pemandu disini ada dua sosok spiritual yang siap memandu anda untuk mencapai sampai ke tempat tujuan, mas miftahudin atau yang lebih di kenal ki pardul,warga pemengku kepil,atau juga sosok tokoh spirit yang di tuakan bapak muh asro, ( anda penasaran----segera kunjungi )

Selasa, 03 November 2015


Gunung Kendil yang Terterungku

10 Juni 2015 07:59:33 Diperbarui: 17 Juni 2015 06:08:26 Dibaca : 1,328 Komentar : 14 Nilai : 8
Gunung Kendil yang Terterungku
Kadangkala semakin tinggi sebuah gunung, maka akan semakin tinggi tingkat kesulitannya. Memang ada benarnya asumsi demikian, tetapi perlu dibuktikan, benarkah demikian ?. Sumpah serapah dari seorang teman yang sudah beberapa kali mendaki beberapa gunung di atas ketinggian 3000m dpl keluar dari mulutnya di sela-sela erangan nafasnya yang hendak putus, padahal saat itu hanya ingin menggapai puncak setinggi 1305m dpl. Gunung Kendil yang tingganya tidak ada setengah gunung Merbabu 3142m dpl yang persis ada di sisi selatannya ternyata memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi.
Berada di dusun Gojati, Desa Sepakung tepat di sisi utara Gunung Telomoyo-Jawa Tengah terdapat sebuah bukit yang unik. Penduduk setempat memberi nama dengan Gunung Kendil. Berdiri tegak ditengah-tengan lembah di antara 2 bukit yang memanjang, gunung mungil ini berdiri menyembul. Beberapa tulisan di Internet sudah mengulas gunung ini, dan membuat saya tertarik untuk mengulik gunung yang mirip buah dada jika di lihat dari sisi timur dan timur laut.
Ada informasi dari seorang kawan yang memberi tahu jika jalur gunung kendil sudah di buka. Tidak ada salahnya untuk mencoba menikmati jalurnya, yang konon jalurnya cukup berat untuk lutut. Akhirnya, arloji menunjukan pukul 02.00 ada pesan singkat masuk ajakan untuk mendaki gunung kembar ini. Setelah mengumpulkan beberapa kawan, maka kami ber-5 berangkat dari Kota Salatiga. Untuk menuju kaki gunung Kendil, perjalanan bias di mulai dari Ambarawa atau Salatiga menuju Pasar Legi di Banyu Biru, Dari pasar legi kemudian menyusuru jlan kampong menuju dusun Gojati sekitar 4Km jaraknya.
Kembali saya melihat arloji yang menunjuk angka 16.48 dan perlahan kami menyusuri jalananan setapak untuk menuju puncak Kendhil, Berpapasan dengan para petani yang baru saja pulang dari lading dan senyum ramahnya menyambut kami, namun kernyit dahinya menunjukan kegamangan. Beberapa penduduk yang kami temui meminta mengurungkan niat kami untuk mendaki, karena hari sudah menjelang senja dan kami juga belum pernah ke sana. “mas kalau ke sana besok pagi saja saat terang, nanti tersesat jika kemalaman” sanggah ibu yang sepertinya kawatir dengan kami, Kami hanya mencioba meyakinkan jika semua akan baik-baik saja, sambil saya mengamati 2 buah GPS yang akan memandu menuju puncak.
Persawahan dengan padi yang mulai menguning terhampar di sisi kanan kiri jalan setapak yang membelah pematang. Perlahan sawah pun mengilang berganti dengan area perkebunan dan hutan produksi. Benar saja, kami yang semula Nampak percaya diri mulai maju mundur mencari jalur pendakian. Alhasil kami berhenti di rimbunya dapuran bambu yang tak mungkin kami lewati. Langkah bijak adalah kembali pada jalur sebelumnya dan mencari jalan lain.
Setelah melewati semak belukar yang berduri, akhirnya kami menemukan jalur pendakian. Sungguh kami tak mengira jika didepan sana ada ratusan anak tangga dan jika ditumpuk bisa membentuk sudut 45 derajat atau lebih. Napas yang semakin pendek karena jalur yang berat, kini ganti lutut yang bergetar karena jalanan semakin menanjak dan taka da habisnya. Di beberapa gunung, biasanya kami mendapat bonus berupa jalur yang sedikit datar dan bisa digunakan untuk istiraharat atau meluruskan kaki, tetapi kali ini tidak ada. Jalur yang menanjak dan nyaris tidak ada bonus memaksa kami mengambil nafas di sela-sela anak tangga.
Tidak ada perjalanan yang tak berakhir, manakala vegetasi sudah berubah. Kini vegetasi hanya didominasi oleh rerumputan dan ilalang. Serai wangi (Cymbopogon nardus) mendominasi vegetasi yang ada dan menjadi ciri khas daearah pegunungan dengan tanah berbatu.  Aroma wangi asiri keluar dari daun serai yang diremas, tidak terbayangkan jika semerbak memenuhi sepanjang jalur pendakian. Puncak sudah di depan mata, manakala tak ada lagi tanah yang lebih tinggi. 
Dari ketinggian 1305m dpl terlihat jelas hamparan Rawa Pening di sisi utara. Sebelah timur hingga barat berurut gunung Gajah Mungkur, Merbabu, Telomoyo hingga si kembar Sumbing dan Sindoro. Sembari menikmati puncak Gunung Kendil, api dari kompor portable sudah menyala dan saatnya mendidihkan air untuk menyeduh teh. Senja pun datang dan sang surya mulai menuju peraduannya. Secangkir teh yang sudah menjadi hangat masih tergenggam dalam tanggan sembari menunggu adzan maghrib berkumandang. Latunan doa sang Khalik terdengar dari dusun-dusun kecil di kaki gunung. Tiba saatnya kami kembali turun, yang pasti kembali sumpah serapah itu muncul “sudah tahu gelap tidak bawa senter”.